• Prev Chapter
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 439 Aku Tidak Menindas Lansia

“Kamu nggak akan bisa membunuhku.”

Ardika menempatkan kedua tangannya di punggungnya. Ucapan Titus sama sekali tidakmenyebabkan

gejolak dalam hatinya.

Titus mendengus dan berkata, “Aku sudah berkali–kali mendengar ucapan seperti ini. Tapi, setiap kaliorang yang mengucapkan kata–kata seperti ini pasti akan berakhir dengan kematian.”

Tiba–tiba, Ardika mengalihkan pandangannya ke arah kiri dan kanan tembok dan tampak mengerutkan

keningnya.

Pergerakan Titus hampir sama persis dengannya.

Ardika mengalihkan pandangannya kembali ke arah Titus dan berkata dengan acuh tak acuh, “Adasepuluh orang di setiap sisi. Kalau begitu, bagaimana kalau kita bersaing siapa yang terlebih dahulu

menyingkirkan orang–orang itu? Kalau kamu kalah, kamu harus pergi sendiri dari sini!”

Dia tidak berniat membunuh Titus.

Orang di hadapannya ini memiliki kekuatan yang luar biasa, pasti merupakan orang kepercayaanAlden.

Karena dia memang tidak membunuh Alden, dia tidak perlu bermusuhan dengan orang kepercayaanAlden.

Tentu saja persyaratannya adalah orang itu harus tahu diri dan berinisiatif pergi sendiri.

Kalau tidak, biarpun Alden yang datang ke sini, Ardika juga akan membunuhnya!

“Aku sudah lama nggak bertemu dengan pemuda yang sangat arogan sepertimu!”

Titus mendengus dingin dan berkata, “Aku beri kamu kesempatan untuk bergerak dulu.”

“Srek!”

Ardika merobek sepotong pakalannya, lalu menutupi matanya dengan potongan kain tersebut. “Akunggak suka menindas lansia.”

Sorot mata penuh amarah tampak jelas di mata Titus. Dia menggertakkan giginya dan tertawa dingin.”Bagus, bagus, kamu memang hebat!”

Selesai berbicara, dia langsung bergerak dan menerjang ke arah sisi kiri tembok. Kecepatannya

bagaikan hantu yang sedang melayang di udara.

Ardika tersenyum, lalu menerjang ke sisi kanan tembok dari arah berlawanan.

Di sisi kiri tembok.

Pemimpin penembak jitu mengeluarkan pistolnya, menempatkan jarinya di pelatuk, lalu menutupisudut. bibirnya dan berkata pada alat komunikasinya. “Tuan Rohan memberi perintah untukmembunuh dual orang yang berada di lapangan! Tembak sekarang juga!”

“Syuu… syuu… syuu….”

Sepuluh orang langsung menjulurkan kepala mereka dengan serempak ke luar tembok, lalumengangkat pistol mereka dan membidik ke area di mana Titus dan Ardika berada.

“Eh? Di mana mereka?”

Pemimpin penembak jitu melontarkan satu kalimat itu dengan terkejut sekaligus kebingungan.

“Syuu!”

Pada saat bersamaan, seseorang tiba–tiba muncul dari dalam tembok.

Saat orang tersebut masih dalam posisi memanjat, dia sudah mengayunkan pedangnya. Dalamsekejap, kepala dan leher pemimpin penembak jitu itu langsung terpisah, lalu menggelinding ke tanahseperti

sebuah bola.

“Ah…. Ada hantu….”

Melihat pemandangan itu, penembak jitu lainnya terkejut bukan main. Mereka berteriak denganhisteris, mengangkat pistol mereka dan menembak dengan sembarangan.

“Dor…

dor….”

Tembakan–tembakan itu mengenai tubuh mayat pemimpin penembak jitu, sampai–sampai tubuhnyaberlubang–lubang dan darahnya muncrat ke mana–mana.

Namun, tidak ada satu pun dari tembakan itu yang mengenai Titus.

Dia memanfaatkan tembok sebagai pelindungnya dan bergerak dengan lincah seperti seekor naga.

Setiap kali dia bergerak, ada seorang penembak jitu yang kehilangan kepalanya!

Seakan–akan sedang memotong sayur, dalam waktu kurang dari dua puluh detik saja, sepuluh orangpenembak jitu itu sudah mati dibunuh olehnya.

Pada saat dia membunuh para penembak jitu itu, dia juga mendengar suara tembakan dari arah yang

lain.

Titus menyimpan kembali pedangnya dengan percaya diri. Namun, begitu dia menoleh untuk melihatsisi kanan tembok, sorot mata terkejut tampak jelas di matanya!novelbin

Di atas tembok, sudah digantung sepuluh mayat, setengah di bagian dalam tembok, setengah lagi dibagian luar tembok.

Saat dia mengalihkan pandangannya, dia baru menemukan bahwa tidak tahu sejak kapan, Ardikasudah

+15 BONUS

berdiri kembali di posisi mereka sebelumnya!

Ardika mengulurkan tangannya untuk melepaskan kain yang menutupi matanya, lalu mengalihkanpandangannya ke sisi kiri tembok dan menatap Titus yang masih tampak terkejut.

“Pergi sana.”

Titus menarik napas dalam–dalam.

Dia tahu dirinya sudah kalah, bahkan kalah telak!

Dua puluh tahun yang lalu, dia dikenal sebagai pembunuh nomor satu di ibu kota provinsi.

Setelah bersusah payah berlatih selama dua puluh tahun, baik kekuatan mentalnya maupun kekuatanfisiknya sudah mengalami peningkatan yang signifikan.

Namun, untuk pertama kalinya dia merasakan kegagalan saat berhadapan dengan pemuda di

hadapannya ini!

Kalau tadi dia langsung menyerang Ardika begitu saja, dia pasti akan berakhir seperti Vincent yang

dibunuhnya dalam hitungan detik!

Keterkejutan menyelimuti hatinya.

Titus bertanya, “Apa kamu tahu siapa yang sudah membunuh Kak Alden?”

Sekarang dua sudah yakin bukan Ardika yang telah membunuh Alden.

Seseorang dengan kekuatan luar biasa seperti Ardika sama sekali tidak perlu membunuh orangdengan

menggunakan racun!

Use arrow keys (or A / D) to PREV/NEXT chapter